Menerjemahkan Masa Depan

Azzadiva Sawungrana
2 min readMar 29, 2021

--

Photo by Lê Tân on Unsplash

Berdiri dalam posisi yang baku dan terencana bersama dengan barisanmu akan membuatmu bisa dengan mudah mendefinisikan tempatmu berdiri dan caramu melihat kepada masa mendatang. Tapi berdiri dengan posisi seperti ini tidak memberikanmu keleluasaan untuk bergerak ke arah yang kau inginkan sesekali ketika sendi dibalik lututmu letih dan kehabisan pelumas. Berdiri dengan posisi seperti ini kurang memberikan pengalaman tentang berdiri yang kaya untukmu.

Kira-kira seperti itulah sifat berdiri yang tidak aku inginkan untuk menatap masa depan. Aku tetap memiliki tujuan hidup dan hal-hal untuk dicapai. Namun kurasa pencapaian-pencapaian yang aku inginkan tersebut bukan sesuatu yang tetap seperti revolusi elektron. Hal-hal yang ingin aku capai selalu berubah sehingga perlu waktu untukku berpikir apa sebenarnya yang aku cari dalam hidup ini.

Untuk sementara yang aku inginkan adalah bekerja, membaca banyak buku, dan menulis banyak hal tentang kehidupan. Di sisi lain Ibuku masih berharap aku mau melanjutkan sekolah di luar negeri dengan beasiswa. Aku berkata, “Ya aku akan mencobanya, tapi hanya jika aku lolos tes IELTS dalam sekali tes. Kalau tidak aku ingin bekerja buk.” Hasrat untuk menjadi mandiriku sudah sedemikian besar. Aku ingin segera membangun gambaran masa depanku yang nyata namun tetap memiliki konsep yang kuat terhadap agama, budaya, dan kehidupan. Mudahnya, aku mengutip inti kata-kata Minke dengan pengubahan versiku sendiri,

Aku adalah anak seluruh umat manusia yang dilahirkan untuk bumi ini. Aku adalah salah satu dari tujuh miliar khalifah yang ada di muka bumi ini. Keinginan untuk dikenang memang ada dalam diriku. Tapi aku bisa dengan mudah tidak mengindahkannya. Aku akan mencoba menjadi anak bumi ini. Yang mencintai setiap partikel dalam planet ini. Yang menghormati setiap hembusan kasih sayang dalam angin bumi ini.

--

--

No responses yet