Menyapa Takdir

Azzadiva Sawungrana
2 min readMay 28, 2022

--

Riuh tawa sekelompok nelayan menghiasi ruang tengah sebuah perahu kayu yang sering berdecit akibat hempasan ombak dan hentakan kaki. Bau amis sotong yang sedang mereka bakar merebak ke seluruh sudut ruangan. Tentu dilengkapi dengan bau keringat yang tak bisa diabaikan seekor tikus pun. Matahari terik menjadi penanda bahwa hari telah mencapai puncaknya dan bahwa cuacanya sama semangatnya dengan mereka.

Namun tiba-tiba suasana menjadi agak serius karena diskusi mereka. Kurang lebih 7 bulan mereka telah dipertemukan, dan mereka juga tahu bahwa suatu saat akan berpisah untuk membawa ikan ke keluarga masing-masing. Mereka pindah dan berbincang di sisi kanan kapal, memandang cakrawala biru yang tak terlihat ujungnya.

“Begitulah hidup." kata Iskandar, salah satu kapten divisi mesin.

“Kita bertemu, menikmati dan menghabiskan waktu bersama, memiliki tujuan yang sama untuk beberapa waktu.” timpal Gun, staf divisi logistik.

“Lalu pulang untuk memberikan tangkapan ke anak-istri kita di rumah.” tambah Iskandar

“Kadang hidup agak aneh ya Mat, kita tak kenal dulu, lalu bisa seakrab ini, tapi lalu harus berpisah karena harapan yang kita bawa di awal.” tambah Jaka, staf divisi mesin, ke Mamat, staf divisi mesin yang lain.

“Setidak-tidaknya aku sering membuatkan kopi yang walaupun sedikit bau mulutku tapi tulus buatmu kan Jak.” jawab Mamat

“Kau pasti akan kubalas ya!” timpal Jaka

Lalu mereka kembali ke ruang tengah untuk mengambil sotong bakar amis yang tetap saja nikmat sekali disantap di tengah hari baik ini.

Bekasi, 28 Mei 2022

--

--