Pasir Ohoililir
Ohoililir. Desa yg hampir kami gunakan sebagai tempat pengabdian KKN. Hampir. Karena beberapa alasan kami tidak jadi menggunakannya. Kami hanya mengabdi di Letvuan. Desa di sebuah teluk di Pulau Kei Kecil yang sarat akan peristiwa sejarah. Ohoililir. Akhirnya setelah satu minggu kami mengunjungi juga desa ini. Akses? Menurutku sudah sangat bagus. Lebih mudah mencapai Ohoililir daripada Pantai Greenbay di Banyuwangi. Aspal, kemudian jalan karst rata, kemudian aspal lagi. Sebelum masuk ke desa Ohoililir aku tertarik dengan adanya plang penunjuk jalan dengan arah-arah Ngilngof, Ohoililir, dll dengan lambang UGM di papannya. Aku ingin menggarisbawahi itu. Bayangkan kamu adalah seorang bule atau turis domestik yang mengenal UGM. Melihat lambang UGM disitu pasti akan menimbulkan rasa unik. Mahasiswa? Di tempat seperti ini? Apa yg mereka lakukan disini? Bangga tentunya. Namun yg lebih jelas adalah ada suatu pembeda yg kami dapatkan dari hal-hal seperti ini. Aku bersyukur sudah sampai sejauh ini. Lebaran pertama tanpa keluarga. Petualangan pertama di Indonesia timur. Perjalanan pertama dengan kapal yg sangat penuh. Dan hal hal pertama yg lain. Aku bersyukur.
Ada view pantai setelah kami melewati tengah desa. Awalnya terlihat biasa saja. Namun setelah nya terlihat view-view yang unik. Dan puncaknya,
Pasir yg selembut tepung.
Lihat? Aku tidak berbohong cuy. Kenapa terbentuk pasir selembut ini? Mungkin saja karena arus airnya yg tegak lurus dengan pantai bertenaga kecil. Tenaga kecil yg menggerus karang menghancurkannya secara pelan pelan sehingga terbentuklah bentukan seperti ini. Selain itu sortasinya menjadi secantik ini juga mungkin karena arus yangg pelan. Oya. Tempat ini ada menghadap ke barat, pesisir barat Pulau Kei Kecil yang menghadap langsung dengan Laut Banda. Kukira Laut Banda memberikan arus yg besar karena kedalamannya yg cukup. Namun inilah yg terlihat di menit, jam, tanggal, dan tahun ini.
Seperti biasa, aku mengingat dan membayangkan ruang waktu yg aku buat dengan imajinasiku. Aku masih ingat sekali pertama kali aku melakukannya aku sedang berada di lapangan di samping SDku. How nostalgic. Sekarang, di pulau orang ini, aku sudah bersuara besar, aku sudah berbadan cukup besar, aku sudah banyak berdosa, aku sudah banyak mengecewakan orang, aku sudah banyak menyianyiakan banyak kepercayaan dan kasih sayang orang. Situasi yg introspektiv seperti ini diperparah dengan kondisi hari ini adalah hari lebaran. Merasa bersalah, laay (banget). Aku sudah melakukan banyak dosa selama beberapa titik yg aku buat di ruang waktuku. Aku sangat ingin bertaubat. Otakku tepatnya. Tapi hatiku masih keras. Aku belum bisa menerima banyak kebaikan dari orang.
Untuk semua orang yg telah aku kecewakan, maafkan aku. Sedaya kalepatan kula nyuwun pangapunten.
Sekarang….
Aku menikmati senja bersama tepung ini. Bersama sahabat-sahabatku disini. Tiada nikmatMu yg kami dustakan Yaa Rabbi! Alhamdulillah!
Maluku Tenggara, 17 Juli 2015