Titip Salam
Kau cantik sekali hari ini, gadisku. Baju putih, kerudung putih, dan senyum kecil menghiasimu. Nafasmu pun harum bak saripati bunga raflesia arnoldi, bercanda, bak saripati bunga melati. Mukamu terlihat begitu bersih walaupun keringat sedikit menghiasi dahimu. Kau nampak begitu bahagia. Walaupun aku, yang seorang ayah, sulit menyampaikan seluruh rasa sayangku kepadamu. Apakah lelaki memang diciptakan seperti ini? Jika ya, inilah cobaan terbesar kami. Tak bisa mengungkapkan hati kepada manusia kecil yang kami panggil anak. Jika kau membaca ini, ketahuilah bahwa aku mencintaimu dengan segenap bulu hidungku.
Dulu tinggimu hanya sepertigaku dan suka merengek kugendong di atas kepala. “Biar terbang" katamu. Sekarang tinggimu empat pertigaku dan suka membawakanku martabak untuk meredakan sakit kepalaku. “Biar ayah ga merengek" katamu. Dulu hobimu berputar-putar di desa sebelah karena bosan di rumah. Sekarang hobimu memberi rendang kepada teman seperantauan. Dulu kau anakku. Sekarang kita dua orang dewasa.
Aku dengar dari semua teman-temanmu bahwa kamu mungkin adalah orang terbaik yang pernah mereka temui. Aku pikir, “ah paling mereka takut saja dengan kumisku". Kau? Bocah tengil yang suka menangis karena tidak dibelikan pentol di depan SD 3, orang terbaik? Mimpi kau. Tapi ngomong-ngomong soal mimpi, kuharap kau jangan seperti ayah. Ayah sudah sejak dulu meninggalkan mimpi-mimpi ayah. Mimpi yang dulu terasa nyata, tapi sekarang jauh sekali. Mimpilah dengan seluruh tenaga yang masih tersimpan di ubun-ubunmu. Terbanglah dan lihatlah dunia. Indah dan buruknya. Lihatlah dia dengan segenap keadilanmu. Tapi jangan lupa, jagalah kesehatan isi kepala dan isi badanmu. Jangan lupa tidur yang lama dan makan yang enak.
Nak, doaku akan selalu menyertaimu. Kau tahu itu. Ya walaupun tidak lebih manjur dari doa ibumu, tapi bisa lah Tuhan aku colek sedikit dengan doa yang datang dari senyawa-senyawa protein dalam hatiku. Doaku sederhana saja, kau selamat. Selamat dari apa? Biar Tuhan yang menentukan. Masa aku harus mendoakanmu sampai detil? Biar Tuhan Yang Maha Detil yang tahu apa yang kamu butuhkan.
Nak, maafkan ayahmu ya. Dari semua kekurangan dalam memberikan nasi dan lauk pauk untukmu selama ini. Juga dalam mendidikmu dengan kebodohan-kebodohan ayah yang seperti Srimulat tapi di dunia nyata ini. Dan yang pasti, maafkan ayah terhadap semua hal yang belum bisa ayah berikan.
Kau cantik sekali hari ini.
Kafanmu bak cahaya surga.
Selamat pergi, titip salam untuk Tuhan.
Klaten, 8 November 2022